Kehutanan masuk dalam salah satu sub sektor pertanian. Namun jika dibandingkan dengan sub sektor lainnya seperti perkebunan, maka kontribusi sub sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi di Bengkulu relatif rendah. Bahkan kian menurun. Kondisi itu tercermin dari relatif kecilnya dan semakin menurunnya kontribusi pembentukan domestik regional bruto (PDRB) sub sektor kehutanan dalam PDRB Provinsi Bengkulu. Pada awal Pelita VI, kontribusi sub sektor kehutanan dalam PDRB Provinsi Bengkulu sekitar 3 persen. Kemudian semakin menurun menjadi sebesar 1,83 persen pada tahun 2006.
Penurunan
kontribusi sub sektor ini dipengaruhi oleh semakin rendahnya produksi
hasil-hasil hutan Provinsi Bengkulu. Diantaranya rotan, damar, kayu
bulat dan kayu gergajian. Baik itu yang bersumber dari usaha rumah
tangga kehutanan maupun dari perusahaan yang bergerak di bidang
pengelolaan hasil-hasil hutan. Terutama produksi kayu bulat yang
merupakan hasil hutan utama Provinsi Bengkulu yang semakin sulit
ditingkatkan.
Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi rendahnya kontribusi hutan dalam menumbuhkan ekonomi.
Salah satu diantaranya yakni keterbatasan kawasan hutan yang dimiliki
Bengkulu. Terutama kawasan hutan produksi.
Hutan Bengkulu
memili keterbatasan kawasan yang bisa dimanfaatkan untuk aktivitas
ekonomi terutama kawasan hutan produksi, ungkap pengamat kehutanan Unib
Ir Ridwan Yahya M.Hut. Memang dan harus diakui kawasan hutan Bengkulu
berdasarkan fungsinya relatif sedikit. Data dari Dinas Kehutanan
Provinsi Bengkulu menyebutkan fungsi hutan di Provinsi Bengkulu dibagi
dalam 3 kelompok besar. Pertama adalah kelompok kawasan suaka alam atau
pelestarian alam. Luas kawasan hutan ini mencapai lebih kurang 444,40
ribu hektar atau sebesar 22,45 persen.
Sesuai dengan
fungsinya, kawasan suaka alam terbagi atas hutan taman nasional dengan
luas 405,29 ribu hektar, hutan cagar alam dengan luas 6,73 ribu hektar,
hutan taman wisata alam dengan luas 14,96 ribu hektar, hutan taman hutan
raya dengan luas 1,12 ribu hektar, dan hutan taman buru seluas 16,30
ribu hektar.
Kelompok kedua yakni kawasan hutan. Kawasan ini luasnya mencapai 476,57 ribu hektar atau 24,08 persen.
Sesuai dengan
fungsinya kawasan hutan ini terbagi atas: hutan lindung seluas 251,48
ribu hektar, hutan produksi terbatas seluas 182,21 ribu hektar, hutan
produksi tetap seluas 36,01 ribu hektar dan hutan produksi khusus seluas
6,87 ribu hektar.
Kelompok ketiga
yakni areal penggunaan lainnya. Kawasan ini luasnya mencapai 1,06 juta
hektar atau sebesar 53,48 persen. (lihat gambar 1) Minimnya luas hutan
produksi terbatas dan produksi tetap dan khusus yang dimiliki Bengkulu
memang mempengaruhi hasil produksi yang dikeluarkan. Sudah lahannya
minim upaya optimalisasi akan potensi ini juga belum terlihat melalui
pengelolaan hasil hutan, ujar Ridwan.
Pada tahun 2005
produk utama hutan Provinsi Bengkulu yakni kayu bulat, kayu gergajian,
rotan dan damar. Untuk kayu bulat dan gergajian umumnya dihasilkan oleh
perusahaan HPH, sedangkan rotan dan damar dihasilkan oleh rumahtangga
kehutanan. Namun pada tahun 2006 produksinya semakin menurun.
Produksi kayu bulat
pada tahun 2006 hanya 13,99 ribu meter kubik atau menurun sebesar 53,22
persen dibanding tahun 2005 yang mencapai 29,95 ribu meter kubik.
Begitupun dengan produksi kayu gergajian menurun drastis dari sebanyak
23,15 ribu meter kubikpada tahun 2005 menjadi hanya 4,79 ribu meter
kubik di tahun 2006 atau menurun sebesar 79,31 persen.
Produksi damar
Provinsi Bengkulu pada tahun 2006 diperkirakan hanya mencapai 250 ton
menurun 25 persen bila dibanding produksi tahun 2005 yang mencapai
312,50 ton. Hal yang sama juga terjadi pada produksi rotan manau, dan
rotan jenis lainnya yang masing-masing mengalami penurunan sebesar 58,12
persen dan 57,32 persen.
Produksi hutan
Provinsi Bengkulu yang mengalami kenaikan pada tahun 2006 hanyalah rotan
kesur yang meningkat dua kali lipat. Dari 3,5 ribu batang pada tahun
2005 menjadi 7,0 ribu batangdi tahun 2006.